ALL CATEGORY
Wartawan Senior Max Margono Tutup Usia
Jakarta, FNN – Wartawan senior harian Kompas Max Margono (79) tutup usia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta, Rabu (18/5/2022) sekitar pukul 07.25. Almarhum menjalani rawat inap di RSPAD sejak 12 Mei 2022 setelah sempat dirawat di RS Gading Pluit Jakarta sejak 5 Mei 2022 karena mengalami stroke hemoragik post kraniotomi dekompresi. Ia meninggalkan seorang istri, Monica Pontiar dan 7 orang anak. Menurut rencana jenazah Max Margono akan dimakamkan di TPU Pondok Rangon Jakarta. Adapun waktunya masih belum definitif. Saat ini jenazah disemayamkan di ruang VVIP.G Dasar RSPAD. Ucapan duka cita mengalir dari pelbagai kalangan. Termasuk dari Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy yang memiliki hubungan dekat. Max Margono meniti karier jurnalistik hanya di surat kabar harian Kompas sejak pertengahan tahun 1968 sampai pensiun tahun 2008. Masa dinasnya banyak dihabiskan di Jatim sampai menjadi Kepala Biro Kompas Jatim. Pada pertengahan dekade 1990-an dia dipindah ke kantor pusat Jakarta menjabat sebagai Redaktur Daerah. Max pernah mendapat tugas dari Kompas bersama Valens Goa Doy untuk mendirikan Pers Daerah (Persda), sebuah anak perusahaan Kompas yang menangani koran-koran di daerah. Di antaranya mendirikan Sriwijaya Post Palembang, Serambi Indonesia Banda Aceh. Pada tahun 1989 ia bersama antara lain Valens, Anwar Hudijono, Basuki Subianto, AR Suyatna merevitalisasi tabloid mingguan Surya menjadi koran harian. Ia dipercaya menjadi redaktur pelaksana. Di antara ciri kepribadian almarhum yang paling terkesan baik di kalangan insan pers maupun masyarakat adalah santun, lemah lembut, sabar, rendah hati dan akrab dengan siapapun. Ibarat ikan yang tanpa tulang dan duri (wong tanpo balung eri). Spektrum pergaulannya sangat luas. Max adalah mantan frater Katolik Sarekat Jesuit yang dekat dengan kalangan kiai. Dia termasuk yang menunggui ketika Rais Aam PBNU KH Bisri Syansuri wafat. Sangat dekat dengan KH R Asad Syamsul Arifin, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Situbondo maupun Rais Aam PBNU KH Achmad Sidiq. Dia juga dekat dengan tokoh Muhammadiyah seperti A Malik Fadjar, Prof dr Sam Soeharto. Di kalangan jurnalis seangkatannya seperti almarhum Anshary Thayib, Peter A Rohi, Hadiaman Santoso, Ali Salim, Erol Jonathan, Dahlan Iskan, Max dikenal sebagai wartawan yang memiliki lobi kuat di kalangan militer. Jenderal Widjojo Suyono (alm) adalah salah satu teman dekatnya. Berkat lobinya inilah nyawa Valens Doy berhasil diselamatkan semasa Operasi Seroja Timor Timur. Saat itu tulisan-tulisan Valens dinilai kritis terhadap ABRI (sekarang TNI). Max antara lain melobi Benny Moerdani (kemudian menjadi Panglima TNI). Max sangat kokoh menjaga integritas kewartawanannya. Pernah suatu saat Gubernur Jatim Moh. Noer hendak memberi dia rumah. Mungkin tahu saat itu Max tinggal di rumah kontrakan di kampung Kalibutuh yang langganan banjir. Kendati demikian Max tidak bersedia menerima. Demikian pula tawaran materi apapun ditolaknya. Sikapnya yang steril terhadap “amplop” membuat dia dihormati narasumber. Tetapi ketika membela eksistensi dan kehormatan wartawan, Max sangat gigih dan tak kenal takut. Seperti kasus “lemak babi” Dr Tri Susanto, dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya di tahun 1980-an. Intinya Tri Susanto melakukan penelitian biskuit, termasuk produksi perusahaan besar di Surabaya. Ia menemukan ada kandungan lemak babi di dalam bahan biskuit itu. Kasus ini dibuka oleh J Widodo, wartawan sebuah harian terbitan Surabaya. Kodam V/Brawijaya yang menangani kasus itu. Widodo dan Tri Susanto diperiksa “habis-habisan” oleh pihak Kodam V (era itu ABRI sangat berkuasa karena memiliki Dwifungsi). Hal ini membuat dunia pers tiarap. Max melihat tindakan Kodam V sudah melampaui batas. Bisa mematikan kebebasan dan wibawa akademik perguruan tinggi, maupun independensi pers. Ketika yang lain tiarap, Max justru membuat liputan besar-besaran. Sampai akhirnya dia sendiri berurusan dengan ABRI. Tapi dia berhasil meyakinkan kalangan pimpinan ABRI bahwa tindakannya harus dikoreksi. Integritasnya yang sangat kuat inilah membuat pimpinan Kompas Jakob Oetama mempercayai bahwa semua aset Kompas dan Gramedia di Jawa Timur yang bernilai miliaran atas namanya. Padahal kalau saja mau “nakal” bisa saja dia ambil alih aset tersebut. Di masa pensiun almarhum banyak tinggal di Jakarta karena ingin dekat dengan anak perempuannya, Maria Eva yang merupakan satu-satunya anak perempuan dari 7 bersaudara. (mth/ANO)
Politik No Kang
Oleh Ridwan Saidi -Budayawan Ada 2 jenis permainan dadu: 1. Koprok: Butir dadu bisa 1 atau 3. Butir dadu, pada foto di atas, diletak di piring lalu ditutup tempurung dan dikoprok. 2. Sintir: Bentuk dadu sintir atas bawah permukaan dadu diberi tangkai untuk tmemutar (sintir). Kalau dadu sudah beputar di atas piring, baru ditutup tempurung. Baik koprok mau pun sintir sama dalam menentukan nomor yang tampil 1 sampai 6, setelah dadu tergeletak. Yang main pasang taruhannya di nomor-nomor yang ditulis di lembar kertas tebal yang digelar di tanah. Ce kang: pasang 1 nomor di antara 6 nomor. No kang: pasang 2 nomor. Sa kang: pasang tiga nomor. Ini permainan judi yang terlarang dan haram. Saya menguraikan ini agar metapore politik yang saya gunakan dapat diikuti. Prospek politik Indonsia tak begitu baik. Satu per satu negarar terkebelakang digoncang prahara politik: Pakistan, Sri Lanka, Mogadishu, Indonesia. Kata sang putra, ayah dan ibunya, Jokowi dan isteri, berkemas-kemas tinggalkan Jakarta. Memang tersiar luas pemberitaan di bulan Mei ini ada gerakan massa tuntut Presiden mundur. Kalau ini menjadi fakta tentu Pilpres 2024 versi reformasi bye bye. Banyak orang yang bersikap politik no kang. Semangat dengan gerakan perubahan, tapi joget-joget juga dengan pilpres reformasi. Bahkan dukung salah satu capres. Ini namanya tak punya disiplin berpikir. Ilmu politik menuntut disiplin, memahami perilaku pilitik juga bercita-cita politik menuntut disiplin. Kalau tidak, berarti cuma muter2an macam dadu sintir. (RSaidi)
UAS Ditolak Masuk Singapura, Rocky Gerung: Ini Undangan Perang...
Jakarta, FNN – Ustaz Abdul Somad (UAS) mendapatkan pengalaman tidak menyenangkan saat berkunjung ke Singapura. Ulama kondang penghafal Al Quran dan Hadits asal Pekanbaru itu ditahan pihak Imigrasi Singapura dan berujung pada penolakan dirinya masuk negeri yang wilayahnya tak lebih dari luas Kabupaten Jembrana, Bali itu. Luas wilayah Singapura 728,6 km persegi, sedangkan luas wilayah Kabupaten Jembrana Bali 841,7 km². Padahal, kedatangannya ke Singapura hendak berlibur bersama keluarga. Salah satu hal yang sangat disayangkan oleh umat Islam adalah perlakuan kasar pihak Imigrasi Singapura terhadap diri dan keluarganya. Sampai-sampai menyerahkan keperluan bayinya pun, dilarang. Ustad Abdul Somad dituduh ekstremis. Perlakuan semena-mena Pemerintah Singapura tersebut kemudian mendapatkan kecaman dari sejumlah tokoh di tanah air. Mereka menyesalkan tindakan Singapura yang melarang Doktor lulusan Universitas Islam Omdurman Sudan, itu masuk ke negara tersebut meski dengan tujuan berlibur. Pengamat politik Rocky Gerung menyatakan bahwa bagaimana pun Abdul Somad ini mewakili satu komunitas yang besar, lepas dari kontroversi dia. Tuduhan ekstremis kepada pendakwah yang sering berdakwah ke luar negeri itu, akan berbuntut panjang. “Lebih bagus kalau Singapora bilang, ya kami punya data tentang suatu yang bahkan nggak bisa diucapkan ke publik tetapi itu hak kami untuk keep data intelijen. Tapi kalau kita lihat secara diplomatik, ini sebetulnya undangan perang dari Singapura, undangan perang diplomatik. Karena seolah-olah Departemen Dalam Negeri Singapura mengatakan kami punya file, tolong dikoreksi oleh Indonesia,” katanya kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu, 18 Mei 2022. Rocky menyarankan pemerintah Indonesia untuk proaktif mencari tahu tuduhan Singapura terhadap salah satu warga negaranya. “Apa betul Abdul Somad teroris? Apa betul dia ekstremis? Ini akan akan menjadi kekacauan diplomatik baru. Dan Indonesia bisa bilang enggak. Nah kalau enggak, kenapa kita punya file itu? Lalu timbul problem apa ada operasi intelijen Singapura di Indonesia untuk memata-matai orang Indonesia sendiri? Kan itu soalnya,” papar Rocky. Menurut Rocky, pemerintah harus bisa membela warga negaranya saat dilecehkan negara lain. “Jadi bukan sekadar debat di dalam sosial media. Tapi kita musti bisa baca between the line atau biasa kita sebut di belakang layar ini ada apa sebetulnya? Ada transaksi untuk intelijenkah antara intelijen Indonesia dan Intelijen Singapura? Atau Singapura memang ingin uji Indonesia, mampu enggak Indonesia kasih counter argumen pada penemuan kita. Atau mungkin juga Indonesia menyodorkan data itu melalui jaringan-jaringan yang under current atau under table. Dan Singapura ingin lakukan semacam kontradiplomasi,” tegasnya. Rocky menduga kasus ini akan berbuntut panjang karena berkaitan dengan Islamophobia yang sesungguhnya sudah dilarang di Amerika Serikat. “Amerika justru mungkin yang tahu lebih dulu kenapa Ustaz Somad dideportasi oleh Singapura sebelum Indonesia bereaksi. Apalagi mereka sudah tahu. Apalagi Israel. Israel pasti sudah dapat informasi itu,” paparnya. Menurut Rocky, persoalan ini bukan sekadar persoalan dua negara tapi cara pandang baru dunia yang menganggap Indonesia itu bukan lagi disebut senior player di dalam politik Asia Tenggara atau terutama di Asia. “Jadi, ini akan panjang soalnya. Kenapa? Karena Singapura secara langsung menuduh Ustadz Abdul Somad sebagai seorang ekstremis. Ini lemparan bola panas dari Singapore yang musti diolah secara kepala dingin oleh Indonesia karena isu Islamofobia,” pungkasnya. (ida, sws)
UAS Dideportasi Singapura, Presiden Jokowi Seharusnya Tersinggung
Jakarta, FNN - Kementerian Dalam Negeri Singapura menolak pendakwah Ustaz Abdul Somad (UAS) dan enam anggota rombongannya masuk ke Singapura pada Senin (16/5/2022). Keterangan tertulis dari situs resmi Kemendagri Singapura, menyatakan UAS Somad bersama enam anggota rombongannya, tiba di Terminal Tanah Merah Singapura dari Batam. UAS dan enam anggota rombongan mengikuti wawancara dan setelah itu ditolak untuk masuk ke Singapura. Kemendagri Singapura mengungkapkan alasan tidak mengizinkan Ustaz Abdul Somad masuk ke Singapura, karena yang bersangkutan dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tak dapat diterima oleh multi ras dan multi agama di Singapura. \"Somad (UAS) dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura. Misalnya, Somad ceramah bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi \'syahid\' ,\" tulis Kemendagri Singapura. Menanggapi sikap Singapura yang terkesan arogan terhadap salah satu warga negara Indonesia, pengamat politik Rocky Gerung menyayangkan sikap pemerintah Indonesia yang seolah-olah membenarkan tindakan Singapura. “Ya, mustinya Presiden Joko Widodo harusnya sudah tersinggung kenapa warga negara saya yang di dalam negeri tidak disebut sebagai ekstremis kok Anda sebut ekstremis. Jadi itu head line-nya musti begitu. Bukan kita komporin, tapi ini tradisi bangsa saja, supaya ada stabilitas. Sebab nanti setiap orang juga bisa dirumuskan, didefinisikan di luar negeri, padahal definisi dalam negeri tidak semacam itu,” katanya kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu, 18 Mei 2022. Rocky mengakui memang ada hak dari luar negeri untuk menyatakan segala macam, alasan bisa dibuat. “Tapi ini karena menyangkut Abdul Somad yang recordnya sejak Pemilu 2019 dicatat oleh Singapura, tapi kemudian catatan itu kemudian ditambah-tambahkan mungkin oleh information resmi maupun tidak resmi, entah itu operasi intelijen Singapura di Indonesia atau memang intelijen Indonesia yang menyuplai informasi, atau ada tokoh-tokoh lain di sekitar istana yang menyuplai atau dari manapun, tetap ini adalah semacam penghinan,” paparnya. Rocky menegaskan bahwa Indonesia dalam tanda kutip, “dipermainkan”. Meskipun diakuiRocky bahwa sebetulnya kata permainan itu hal biasa dalam diplomasi, saling mengujar comment atau saling menyodorkan fakta baru. “Ini menarik juga sebagai permainan kecil yang akan membuat kita menduga-duga apa kemampuan Kemenlu kita untuk menjawab itu? Lalu nanti Kemenlu kita akan menjawab ya, itu hak Singapura untuk memantau kita. Tapi nggak boleh Singapura memantau kita lalu dia bikin definisi sendiri,” tegasnya. Lebih jauh Rocky akan melihat pemberitaan di Indonesia perihal penghinaan ini. “Kita tunggu seberapa kuat pers kita mengolah ini hanya untuk demi kejernihan. Nanti pemerintah bilang kok pers olah-olah ini, nanti digoreng-goreng. Ini bukan digoreng-goreng, justru Ini adalah kecerdikan diplomatik antar dua negara yang bersahabat, yang saling mengintai, dalam kondisi global yang islamophobia masih ada dan dalam kegiatan menuju G20 juga,” paparnya. Hal ini menurut Rocky adalah faktor-faktor baru dalam politik global yang menganggap Indonesia bukan lagi pemain utama dalam politik regional, apalagi dalam politik global. Indonesia dipinggirkan dalam soal-soal politik internasional. Sejak awal Rocky mengira bahwa ada semacam umpan dari pemerintah Singapura, karena UAS sudah keluar dari wilayah otority imigrasi, tapi tiba-tiba dalam 5-10 menit dipanggil pulang. “Itu artinya, ada semacam umpankan supaya ini jadi semacam krisis diplomasi. Kita harus baca selalu permainan semacam ini tentu ada semacam setting global. Sangat mungkin ada semacam info kecil dimasukkan oleh seseorang di situ, kemudian dalam hitungan detik dan menit lalu berubah cara pandang Singapura terhadap Indonesia melalui cara dia menangani Ustad Abdul Somad,” tegasnya. Rocky juga menduga, mungkin Singapura sudah punya data itu tapi kemudian data itu dicoba dimoderasi. Pada detik terakhir data itu dikeluarkan juga bahwa Ustad Somad adalah seorang ekstremis. “Jadi ini betul-betul diplomatic game yang memang memerlukan kemampuan otak luar biasa untuk bermain di dalam sinyal-sinyal kecil semacam ini,” tegasnya. Sekali lagi lanjut Rocky bahwa ini persoalan bukan sekadar persoalan dua negara tapi cara pandang baru dunia yang menganggap Indonesia Itu bukan lagi disebut senior player di dalam politik Asia Tenggara atau di Asia terutama. “Dan itu semua terhubung dengan kehadiran Presiden kemarin di forum internasional hubungan antara Amerika dan negara-negara Asia di mana presiden tidak punya kesempatan untuk mengucapkan secara sempurna pikiran dia, karena agendanya sebetulnya tidak disetujui pada Republik Indonesia, Korea yang dapat, Vietnam dapat, bahkan negara-negara yang sebetulnya bukan player utama di Asia yang dapat forum untuk bicara,” tegasnya. (sof, sws)
Agar Tidak Stateless, LaNyalla Dukung Program Pasporisasi KJRI Jeddah
Jeddah, FNN – Program Pasporisasi yang dicanangkan Pemerintah melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah mendapat dukungan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Hal itu disampaikan LaNyalla saat berkunjung ke Wisma KJRI di Kota Jeddah bersama delegasi DPD RI dalam rangkaian kunjungan kerja ke Arab Saudi, Selasa (17/5/2022) malam waktu setempat. Seperti diketahui, Konjen RI Jeddah mulai melakukan pendataan dan survei terhadap WNI yang overstay dan expired paspor di daerah kerja KJRI Jeddah. Pertimbangan kebijakan tersebut adalah untuk memastikan status WNI tidak stateless (tidak punya negara). “Dalam perspektif HAM, program Pasporisasi layak didukung, karena membiarkan WNI stateless bisa dipandang sebagai negara tidak hadir, dan itu bisa dipandang sebagai pelanggaran HAM,” tukas LaNyalla yang hadir didampingi Senator Lampung Bustami Zainuddin. Kepala KJRI Jeddah Eko Hartono menambahkan, program Pasporisasi akan dimulai dengan target 10 ribu WNI di Kota Jeddah. Untuk kemudian dilakukan evaluasi, apakah akan diperbesar volumenya atau tetap dalam kisaran itu. “Kalau diperbesar, kami pasti membutuhkan tambahan sumber daya dari Jakarta,” imbuhnya. Terkait dengan Pekerja Migran Indonesia (PMI), Eko mengakui jumlah yang berdokumen resmi dengan yang tidak berbanding tiga kali lipat lebih banyak yang tidak berdokumen. “Di daerah kerja KJRI Jeddah, yang non dokumen sekitar 560 ribu, sedangkan yang berdokumen sekitar 168 ribu. Kalau di Riyadh, yang berdokumen sekitar 130 ribu,” ungkapnya. Eko juga menyampaikan beberapa kasus yang dihadapi para PMI di Arab Saudi, khususnya di wilayah kerja KJRI Jeddah yang meliputi Mekkah, Madinah, Tabuk dan Asheer. “Luasnya wilayah kerja KJRI memberi kendala tersendiri untuk percepatan pelayanan PMI yang mengalami persoalan. Apalagi seperti di Tabuk, yang jaraknya 1.200 kilometer dari Jeddah. Sedangkan PMI Ilegal, tidak bisa menggunakan transportasi publik, sehingga harus kami jemput dengan kendaraan lewat darat,” imbuhnya. Ditambahkan, dari tabulasi kasus, 60 persen terkait upah yang tidak dibayar, 30 persen tidak bisa pulang, dan sisanya 10 persen kriminal dan sex abuse. “Kasus upah dan tidak bisa pulang karena paspor ditahan oleh majikannya merupakan salah satu kelemahan dari sistem Kafil yang belum tereformasi dengan baik. Dominasi majikan masih terlalu kuat,” tukasnya. Untuk itu, Eko meminta dukungan Ketua DPD RI untuk penguatan dukungan dari Kemenlu dan Kementerian terkait, terutama untuk pembekalan pelatihan para PMI yang ditampung di shelter PMI KJRI Jeddah. “Juga fasilitas di shelter, terutama tempat tidur yang perlu peremajaan,” lanjut Eko. Sementara terkait Pandemi Covid, Eko juga menyampaikan, pemerintah RI secara resmi mencabut syarat PCR bagi kepulangan jamaah umroh, menyusul keluarnya SE Satgas Covid Nomor 19/2022 yang berlaku per tanggal 18 Mei 2022. Dalam kunjungan ke Wisma KJRI, Ketua DPD RI juga didampingi Sekjend DPD RI Rahman Hadi, Deputi Administrasi Lalu Niqman Zahir dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin serta Staf Ahli Ketua DPD RI Baso Juherman. Sementara Konjen Eko didampingi sejumlah pejabat KJRI Jeddah, di antaranya Neni Kurniati, Koordinator Pelayanan Warga/Pelaksana Fungsi Konsuler-1, Ahmad Zaeni, Staf Teknis Imigrasi-1 dan Khalid Ibrahim, Staf Teknis Tenaga Kerja. (mth/*)
Tamsil Linrung Ingatkan Pemerintah tentang Kekuatan Aksi Mahasiswa
Jakarta, FNN - Sebagai Ketua Kelompok DPD di MPR RI, Senator DPD RI asal Sulawesi Selatan Tamsil Linrung didaulat membacakan laporan senator dalam Sidang Paripurna DPD RI di Jakarta, Rabu, 18 Mei 2022. Tamsil menegaskan aksi mahasiswa di Kota Makassar menolak perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode. “Mahasiswa Makassar menolak gerakan perpanjangan masa jabatan dan penundaan pemilu 2024,” tegasnya. Mahasiswa tampil untuk menolak gerakan perpanjangan masa jabatan dan penundaan pemilu 2024, mengadvokasi kelangkaan minyak goreng dan kenaikan BBM yang menekan ekonomi masyarakat. Menurut Tamsil, isu-isu tersebut direspons melalui gerakan politik ekstra parlementer oleh mahasiswa dengan menggelar mimbar bebas dan kajian akademis. “Kita memberikan dukungan penuh terhadap gerakan kritis aktivis mahasiswa dalam menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat,” katanya. Dalam kesempatan itu, Tamsil juga menyuarakan perjuangan penghapusan Presidential Threshold (PT) atau ambang batas pengusungan pasangan calon presiden dan wakil presiden menjadi nol persen (PT 0 persen). Kata Tamsil, masyarakat Sulsel juga turut menyoroti dampak ambang batas pencalonan presiden terhadap sistem demokrasi elektoral yang mencederai keterwakilan aspirasi rakyat. Tamsil melihat bahwa masyarakat Sulsel hadir sebagai masyarakat kritis yang berpartisipasi dalam berbagai isu kenegaraan. \"Jadi wacana penghapusan Presidential Threshold menjadi nol persen (PT 0 %) tersebut mendapatkan respons antusias demi mendapatkan pemimpin terbaik di republik ini,\" katanya. Tamsil juga mengungkapkan bahwa dukungan gerakan anti Islamofobia untuk mewujudkan kohesifitas sosial dan solidaritas yang inklusif. Terlebih, seruan tersebut dikumandangkan dari panggung sidang Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), sehingga tanggal 15 Maret ditetapkan sebagai Hari Anti Islamofobia. Menurutnya, hal itu berarti merefleksikan anti Islamofobia sebagai gerakan kemanusiaan universal. Untuk kepentingan semua golongan. “Masyarakat menyayangkan dan mengkritisi ketidakmampuan pemerintah melahirkan narasi positif bagi keutuhan bangsa,” katanya. Tapi sebaliknya, kata Tamsil, masyarakat merasakan polemik islamofobia dipelihara di tengah situasi yang tidak kondusif dan rentan menimbulkan ketegangan serta gesekan-gesekan secara horizontal di tengah masyarakat. (mth/MD)
Islamophobia: Singapura Harus Dilawan!
USTAZ Abdul Somad (UAS) dilarang masuk Singapura. Bahkan, ketika bersama istri, anak dan keluarga, serta kerabatnya hendak berkunjung ke negara tersebut, ia harus mendapatkan perlakuan pahit. Sebelum dideportasi, UAS dimasukkan ke sebuah ruangan sempit, layaknya penjara oleh pihak Imigrasi Singapura. UAS tidak mengerti diperlakukan seperti itu. Ia tak paham kenapa harus \'dipenjara\' walau sebentar, dan akhirnya dikembalikan ke Indonesia dengan menggunakan kapal laut. Meski diperlakukan tidak manusiawi, tetapi ustaz yang lantang menyuarakan perlawanan terhadap ketidak-adilan dan kesemena-menaan itu tetap tegar. Dia hanya meminta agar pemerintah Singapura menjelaskan alasan penolakan tersebut. Tak lama setelah video tentang UAS dideportasi beredar di medsos (media sosial) maupun media mainstream, berbagai pendapat dan penjelasan pun riuh. Awalnya, pihak Singapura terkesan diam dan menutup-nutupi alasan penolakan itu. Akan tetapi, karena desakan berbagai pihak, pemerintah Singapura pun akhirnya buka suara. UAS bukan dideportasi, tetapi dilarang masuk ke Singapura. Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA) menyebutkankan, UAS menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi. “Somad dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura. Misalnya, Somad telah mengkhotbahkan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi \'syahid\'. Dia juga membuat komentar yang merendahkan anggota komunitas agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal \'jin (roh/setan) kafir\'. Selain itu, Somad secara terbuka menyebut non-Muslim sebagai \'kafir\',” tulis MHA di situs resminya. UAS Batubara tiba di Terminal Feri Tanah Merah Singapura pada Senin, 16 Mei 2022 dari Batam dengan enam pendamping perjalanan. Setelah diwawancara petugas Singapura, UAS dan rombongan ditolak masuk. Pada hari yang sama dikembalikan ke Indonesia dengan menggunakan kapal Feri ke Batam. Masih menurut MHA, masuknya pengunjung ke Singapura tidak otomatis atau hak. Setiap kasus dinilai berdasarkan kemampuannya sendiri. “Sementara Somad berusaha memasuki Singapura dengan pura-pura untuk kunjungan sosial. Pemerintah Singapura memandang serius siapa pun yang menganjurkan kekerasan dan/atau mendukung ajaran ekstremis dan segregasi. Somad dan teman perjalanannya ditolak masuk ke Singapura,” tutup MHA. Penilaian UAS ekstrimis dan segregasi sangat tidak masuk akal. Tidak ada alasan apa pun yang bisa diletakkan kepadanya bahwa ia ekstrimis dan segregasi. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, ekstremis artinya: 1. orang yang ekstrem; 2. orang yang melampaui batas kebiasaan (hukum dan sebagainya) dalam membela atau menuntut sesuatu; 3. cap pejuang pada masa perang kemerdekaan melawan Belanda. Sedangkan pengertian segregasi adalah pemisahan (suatu golongan dari golongan lainnya); pengasingan; pengucilan. Segragasi ras adalah bentuk rasisme institusional. (Pengertian menurut Wikipedia). Jika mengacu pada pengertian tersebut, tidak ada alasan melarang UAS masuk ke Singapura. Kecuali karena negara tersebut masih dihinggapi penyakit Islamophobia atau ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Muslim. Padahal, PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) sudah mengeluarkan Resolusi dan menetapkan tanggal 15 Maret sebagai hari anti-Islamofobia. Aneh, negara kecil Singapura memberlakukan WNI seperti itu hanya karena menyampaikan dakwah dan pemikirannya tentang kemajuan agama Islam. Dari mana dasarnya Singapura menuduh ekstrimis? Apa dasarnya negara tersebut menuduh pria bermarga Batubara itu sebagai orang yang segregasi? Jika ceramah dalam kaitan bom bunuh diri adalah sah dalam kaitan konflik Palestina-Israel, itu sah-sah saja dalam konteks mempertahankan negara yang sedang dijajah. Israel adalah penjajah yang ingin merampas tanah Palestina, terutama merebut Masjid Al-Aqsa yang wajib dipertahankan umat Islam. Akan tetapi, alasan yang dibuat Singapura atas hal tersebut juga wajar. Sebab, Singapura merupakan perpanjangan tangan Israel di kawasan ASEAN. Mengenai penyebutan kafir di luar agama Islam, itu juga wajar karena yang disampaikan UAS adalah Al-Qur\'an. Ceramah dengan menyebutkan kafir di luar Islam juga disampaikan dalam konteks dakwah kepada umat Islam. Tujuannya, memperkuat aqidah umat Islam. Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Luar Negeri harus mengambil sikap tegas. Setidaknya memerintahkan Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura, Suryo Pratomo mengirimkan surat protes keras, bukan sekedar mengirimkan nota diplomatik. Sikap tegas pemerintah itu juga bisa berupa pemanggilan Dubes Singapura untuk Indonesia oleh Kemenlu. Tidak usah sampai memanggil Dubes RI untuk Singapura. Sebab, yang ditolak masuk itu bukan sekedar ulama terkenal, tetapi seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak pernah terlibat kriminal, kegiatan ekstrimis dan segregasi yang dituduhkan kepadanya. Hanya karena menyampaikan pandangan lewat dakwahnya, kok sudah dicap macam-macam. Negara wajib melindungi segenap WNI di manapun berada. (*)
Para Profesor dan Akademisi Dukung Gerakan Mahasiswa
Jakarta, FNN - Sejumlah profesor dan para akademisi berkumpul di kawasan Cikini Jakarta untuk membicarakan sejumlah persoalan bangsa. Dari problem ekonomi, problem korupsi, problem pendidikan, problem politik hingga problem hak azasi manusia dan lain-lain. Akademisi yang hadir dan bersedia disebutkan namanya diantaranya Ubedilah Badrun, Laode M Kamaludin, Hafied Abas, Anthony Budiawan, dan lain-lain. \" Mahasiswa itu kelompok masyarakat ilmiah. Ketika mereka menyampaikan aspirasi itu sesuatu yang wajar karena mereka pemilik masa depan republik ini, maka dengarkan suara mahasiswa \" ujar Prof.Hafid Abas Laode M Kamaludin dalam pertemuan tersebut mengemukan tentang tugas kesejarahan mahasiswa. \" mahasiswa itu menyampaikan tugas kesejarahan mereka sebagai anak muda untuk menyuarakan aspirasi rakyat, melalui semacam gerakan moral untuk mengingatkan agar bangsa ini betul betul menjalankan Pancasila. Saya mendukung gerakan mahasiswa, karena memang secara historis perubahan selalu dimulai dari anak muda mahasiswa \" ujar Prof.Laode M Kamaludin. \" ini diskusi agak serius, kita saling berbagi pandangan tentang kondisi Indonesia saat ini. Diskusi tadi mengerucut setidaknya pada tiga hal. Pertama, sama-sama memahami bahwa Indonesia sesungguhnya dalam kondisi bermasalah sangat serius. Kedua, respon terhadap kondisi saat ini yang dilakukan mahasiswa dan masyarakat lainya melalui demonstrasi dinilai hal biasa dalam demokrasi. Ketiga, para profesor dan akademisi memberikan dukungan kepada para mahasiswa dan lain-lain yang akan menyampaikan aspirasi rakyat melalui demonstrasi\" ujar Ubedilah Badrun. (sws)
Kebangkitan Emak-emak
Oleh: Ridwan Saidi, Budayawan Ada jangkar sejarah kalau emak-emak dalam tahun-tahun terakhir di Indonesia bangkit memelopori gerakan perubahan politik. Ada Cut Nya Din dalam perang Aceh, Christina Martha Tiahahu dalam perang Pattimura, Nyi Ageng Serang dalam Perang Diponegoro. Dalam revolusi kemerdekaan ada Jo Masdani, Jakarta, Nurjanah, Kebon Siri Jakarta, Emmy Saelan, Sulawesi Selatan. Pegiat-pegiat demo sekarang ada Menuk, Wati, Monita. Dan masih banyak lagi emak-emak yang bergiat untuk perubahan politik. Perubahan diperlukan karena the existing regiem sudah exhausted. Apresiasi Internasional juga rendah terhadap rezim sekarang, itu dapat disimpulkan dari suasana sidang KTT Asean-USA dan di luar sidang baru-baru ini. Di bidang econ keadaan memburuk. Sebenarnya kesalahan tak dapat ditimpakan pada satu orang saja, tapi kepada tim yang dibentuknya yang sangat lemah lagi pula lunglai. Walau pun buntut-buntutnya tanggung jawab yang membentuk tim. Konstitusi Reformasi memungkinkan dibentuknya lembaga non kementerian yang banyak tak kira-kira, dan masing-masing vertikal pula. Anggota DPR di jaman Suharto 360 orang. Tiap 4 anggota dapat 1 staf. Kini anggota DPR 560 orang. Tiap 1 anggota dapat 2 sespri dan 5 tenaga ahli. Berarti jika ambil sample Senayan saja, populasi tenaga ahli 2530 orang. Tapi bikin judul UU tak bisa dipaham. IKN Ibukota Nusantara. Nusantara mengacu kemana, kenegerian atau lokasi? Kalau begini caranya pantas saja perimbangan anggaran rutin dan pembangunan ngejomplang, untung tidak jumpalitan. Saya pernah Wakil Ketua Komisi APBN DPR. Menkeu Ali Wardana bicara 4 mata dengan saya. Katanya, Ridwan, anda hantam pemerintah terus coba pertimbangkan, katanya. Beberapa tahun terakhir perimbangan anggaran pembangunan dan rutin 70 : 30, berubah sedikit saja misalnya rutin 31, anda hantamlah pemerintah. Menkeu yang sekarang ditanya apa saja jawabnya AMAN. Sejak Syawal 1442 H sampai Syawal 1443 H sekarang, kata aman sudah tak diucapkan Bu Menkeu lagi. Perubahan sistem juga keharusan, bukan sekedar gonta-ganti orang. Reformasi cukuplah sejilid saja, tak perlu dua jilid. Sejilid saja orang banyak yang bonyok, apalagi dua jilid. Ini bukan persoalan orang saja, tapi juga sistem. Emak-emak selamat berjuang demi generasi mendatang. Rsaidi. (*)
Kebijakan Singapura atau Pesanan Indonesia?
Bila Pemerintah Indonesia lembek dan membebebek bahkan Dubes RI untuk Singapura bertindak seperti Jubir Singapura, maka itu akan menjadi pertanda bahwa telah terjadi kongkalikong antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Singapura yang berbasis pelanggaran HAM dan Islamophobia. Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan PENAHANAN Ustad Abdul Shomad (UAS) di Bandara Singapura yang ditindaklanjuti dengan deportasi ini menghebohkan. Masalahnya adalah ketidakjelasan alasan cekal tersebut. UAS sendiri tidak mendapat penjelasan atas sebab apa tidak diperkenankannya ia dan keluarga untuk melakukan kunjungan liburan ke Singapura itu. Perlakuan pihak Imigrasi Singapura di Bandara dinilai tidak pantas. UAS dipisahkan dari rombongan dan dirinya berada di ruang 1 x 2 meter yang menurutnya seperti liang lahat. Pihak Imigrasi Singapura bungkam, justru Dubes Indonesia untuk Singapura yang menjelaskan bahwa UAS mendapat Not To Land Notice. Larangan mendarat karena tidak memenuhi syarat. Syarat apa yang tidak dipenuhi itupun tidak jelas pula. Ini menyangkut hubungan antar negara walau berkaitan dengan seorang warga negara. Setuju sekali dengan pandangan politisi PKS bahwa Pemerintah Indonesia harus memanggil Duta Besar Singapura untuk Indonesia. Masalah penghinaan seperti ini tidak bisa dibiarkan. Dubes mesti memberi penjelasan detail. UAS adalah mubaligh, ulama, dan tokoh Islam. Sikap terhadapnya bukan tanpa pengaruh dan dampak. Umat dipastikan mempertanyakan pencekalan tersebut. Dulu waktu UAS tidak dapat masuk ke Timor Leste alasan yang dianggap mengada-adanya adalah teroris, kini disebut tidak memenuhi syarat. Syarat apa? Wajar jika orang menduga jangan-jangan ada pesanan dari Pemerintah Indonesia agar Imigrasi Singapura menolak kunjungan UAS. Pemerintah Indonesia harus membuktikan \'clean and clear\' dalam kasus ini. Pembuktiannya adalah dengan serius memanggil Dubes Singapura untuk Indonesia. Kemudian kepada publik disampaikan keterangan Dubes tersebut. Perbuatan sewenang-wenang termasuk pelanggaran HAM yang dapat dituntut secara hukum. Kuasa hukum UAS dapat menggugat Pemerintah Singapura. Gugatan kepada Pemerintah Singapura dilakukan jika interogasi dan deportasi adalah kebijakan penuh Pemerintah Singapura. Akan tetapi jika perbuatan itu dalam rangka memenuhi pesanan Pemerintah Indonesia, maka baik Dubes RI di Singapura, Menteri Hukum dan HAM, maupun Presiden RI dapat dimintakan pertanggungjawaban. UAS bukan teroris, bukan koruptor, bukan pula penjahat yang berbahaya sehingga interogasi dan deportasi layak diprotes. Secara hukum Internasional insiden seperti ini dapat menimbulkan konflik diplomatik antara Indonesia Singapura. Bila Pemerintah Indonesia lembek dan membebebek bahkan Dubes RI untuk Singapura bertindak seperti Jubir Singapura, maka itu akan menjadi pertanda bahwa telah terjadi kongkalikong antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Singapura yang berbasis pelanggaran HAM dan Islamophobia. UAS adalah tokoh kritis, ulama alumni Azhar Mesir dan pejuang Islam. Umat Islam layak untuk membela dan melawan kezaliman yang sengaja atas agama. Bandung, 18 Mei 2022. (*)